Sumedang, NR – Jumat 11 Juli 2025 – Pukul 13.00 WIB. Sidang mediasi ke-2 perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas dampak lingkungan proyek Jalan Lingkar Utara Jatigede kembali digelar di Pengadilan Negeri Sumedang, tepat selepas waktu Jumatan. Suasana awal mediasi diwarnai harapan akan progres konkret menuju penyelesaian damai. Namun kenyataan berbicara lain—tata etik hukum tampak goyah di pihak tergugat.
Pihak Penggugat, yang terdiri dari warga Dusun Bakom, hadir lengkap dan menunjukkan niat baik secara substantif maupun prosedural. Sesuai kesepakatan pada sidang mediasi pertama, mereka telah menyusun dan menyerahkan resume perkara, sebagai bentuk keterbukaan untuk berdialog dan menyelesaikan sengketa dengan cara bermartabat.
Namun, dari sisi tergugat, realitas kehadiran dan komitmen tampak belum setara:
– Tergugat II, yakni H. Oom Supriatna, mengirimkan kuasa hukum tanpa dilengkapi surat kuasa khusus untuk mediasi, suatu kelalaian mendasar yang menegaskan absennya legitimasi formal dalam forum yang seharusnya sah secara hukum dan etika. Lebih jauh, pihak tergugat juga menolak menyusun resume perkara, seolah tanggung jawab substansial dapat dielakkan melalui representasi prosedural semata.
– Tergugat III hanya diwakili oleh pengacara, sementara pihak prinsipal berhalangan hadir karena sakit—dengan membawa keterangan medis. Namun tetap saja, tidak ada surat kuasa khusus untuk mediasi yang menyertainya, sehingga validitas perwakilan tetap dipertanyakan.
Beberapa tergugat lainnya bahkan tidak hadir sama sekali, baik secara langsung maupun melalui kuasa yang sah. Ini bukan sekadar absen fisik, tetapi absen dari tanggung jawab etik terhadap proses hukum yang berjalan.
Dalam catatan hukum yang adil, mediasi bukan sekadar forum administratif, tetapi juga cermin dari niat, integritas, dan penghargaan terhadap prinsip keadilan restoratif. Ketika salah satu pihak hadir sepenuhnya dengan niat membangun jembatan, namun pihak lain enggan berjalan setapak pun, maka proses menjadi timpang—dan terancam kehilangan esensi.
Sebagai akibat dari kondisi ini, mediasi tidak dapat dilanjutkan secara substansial dan akan diagendakan kembali untuk sidang mediasi ke-3. Diharapkan semua pihak, khususnya tergugat, dapat hadir secara utuh—bukan hanya dalam bentuk badan hukum, tetapi juga dalam semangat tanggung jawab sosial.
Keadilan bukan sekadar ruang sidang, tetapi ruang batin: tempat di mana tanggung jawab, niat baik, dan kesetaraan berpijak dalam keheningan yang bermartabat.
(Red)