Bandung NR – Kasus dugaan TPPO yang disangkakan kepada Sdr. AZ dalam prosesnya menurut Penasehat Hukum Dr. Hasidah S. Lipung SS, S.H., M.H., terkesan dipaksakan hingga statusnya naik menjadi P21.
Menurutnya, Sdr. AZ sedang sakit dan menjalani perawatan secara berkala, namun sejak menjalani pemeriksaan hingga menjadi tahanan di Polrestabes Bandung, kondisi kesehatan Sdr. AZ kian memburuk karena sulitnya mendapat izin pengobatan dari pihak kepolisian hingga mengalami drop dan tidak sadarkan diri.
Setelah ditetapkannya Sdr. AZ menjadi tersangka, akhirnya berdasarkan Surat Pengantar Rawat Inap Rumah Sakit
ditandatangani oleh dr. Elisabet selaku dokter pemeriksa terdakwa dinyatakan sakit dan membutuhkan penanganan serta pemeriksaan lebih lanjut (rawat inap) di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Sartika Asih sejak tanggal 16 Mei 2024 sampai dengan Terdakwa dinyatakan sehat.
Ida menuturkan sejak 16 Mei lalu kliennya Az mendapatkan perawatan di RS Bhayangkara Sartika Asih.
“Sejak tanggal 16 Mei 2024 lalu klien kami mendapat perawatan di rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung. Namun pada hari ini pihak rumah sakit menerbitkan surat bahwa pasien AZ dinyatakan bisa pulang. Saya mempertanyakan kepada pihak rumah sakit, apakah pernyataan pulang ini artinya sudah dinyatakan sehat, rawat jalan atau bagaimana,” ungkapnya saat konferensi pers di rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung, Kamis 23 Mei 2023.
Masih dikatakannya, “Selanjutnya, pihak Kejaksaan Negeri Bandung berdasarkan surat keterangan pulang telah menjemput Sdr. AZ dari rumah sakit. padahal sangat jelas bahwa berdasarkan penetapan pada tanggal 16 Mei 2024 lalu, klien kami harus mendapatkan perawatan sampai dinyatakan sehat,” kata Ida.
“Sementara hasil catatan resume medis klien kami yang merupakan dokumen rahasia pihak rumah sakit tidak memberikan kepada keluarga pasien dan anehnya malah diberikan dan diambil oleh pihak Kejaksaan. Oleh karenanya saya dengan pihak kejaksaan sempat terjadi tarik menarik berkas karena itu merupakan hak pasien dan keluarga pasien tetapi tidak diberikan. Hal ini saya rasa sangat tidak humanis melanggar aturan dan kode etik,” Beber Ida.
Ida berharap, prosedur dapat dijalankan oleh para pihak apabila memang klien kami sudah dinyatakan sembuh.
“Kami berharal prosedural dapat dijalankan oleh para pihak, bahwa bila klien kami sudah dinyatakan sehat ataupun dinyatakan rawat jalan secara tertulis dan resmi, maka berdasarkan surat itulah kemudian pihak Kejaksaan dapat memerintahkan klien kami untuk dikembalikan ke Rutan. Jadi, bukan persoalan bahwa sepertinya ini ada dugaan permainan PH, itu tentunya merupakan sangkaan yang sangat licik,” tegasnya.
“Hari ini saya meminta pihak rumah sakit untuk memberikan surat keterangan dan meminta resume medis yang belum diberikan kepada keluarga pasien termasuk saya sebagai Kuasa Hukumnya. Saya tegaskan bahwa setiap instansi itu kan memiliki kode etik termasuk rumah sakit. Adapun dokumen yang merupakan privasi tentunya sangat dilindungi dan tidak diperbolehkan pihak ketiga mengambil dokumen tersebut tanpa seizin keluarga pasien apalagi pihak keluarga belum melihat dengan baik semua berkas tersebut tentu ini merupakan pelanggaran kode etik,” terangnya.
Ida juga menjabarkan bahwa , “Pihak Kejaksaan telah bersurat kepada pihak rumah sakit untuk pengembalian tahanan sesuai dengan keterangan dari pihak rumah sakit. Dan dokter yang menyatakan bahwa terdakwa telah sehat padahal kami pihak keluarga pasien atau terdakwa belum menerima Surat pernyataan sehat melainkan surat pulang. Kita juga mempertanyakan apakah pasien ini pulang karena sehat, rawat jalan atau bagaimana?,” ungkapnya.
Masih lanjutnya, “Menurut kami, pihak Kejaksaan ini terlalu mengada-ada karena setiap pernyataan itukan harus ada dasarnya sesuai dengan aturan-aturan yang jelas. Seharusnya sebelum dikeluarkan dari rumah sakit ada surat pernyataan dari dokter atau pihak rumah sakit yang kita terima, lalu berdasarkan pernyataan itulah pihak pengadilan atau pihak kejaksaan dapat mengambil tindakan,” jelasnya.
“Perlu kami sampaikan, keterangan dari dokter saraf yang menangani klien kami bahwa keterangan dari beberapa dokter itu bisa berbeda beda, inilah yang ingin kita konfirmasikan dulu sebelum pasien dikeluarkan. Karena masalah kesehatan bukan main-main. Kalau ada pikiran bahwa Itu hanya alasan atau segala macam, maka itu hal-hal yang tidak humanis dan tidak berdasar karena semua orang berhak atas kesehatannya, sehingga klien kami yang menjadi tersangka dapat mengikuti persidangan dan bisa membela diri untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah,” tutur Ida.
“Dengan kejadian ini tentu jelas ada pelanggaran kode etik yang sudah dilakukan oleh pihak rumah sakit begitupun pihak Kejaksaan karena mengambil dokumen yang bukan haknya, seharusnya pihak rumah sakit memberikan berkas kepada pihak keluarga pasien bukannya kepada pihak lain. Catatan kesehatan seseorang itu sangat rahasia, artinya segala hal yang melanggar itu harus ada pertanggungjawabannya dan kita masih komunikasikan dengan pihak rumah sakit,” Tambah Ida.
“Kami berharap ini dapat menjadi pembelajaran dan efek Jera agar tidak memperlakukan orang dengan sewenang-wenang. Adapun langkah langkah hukum yang akan kita lakukan adalah menggugat pihak rumah sakit dan melaporkan pihak Kejaksaan dan tentunya ada upaya-upaya lain juga akan kita lakukan,” tutupnya.
Sementara itu, Sdr. Puji S, yang merupakan bagian dari pihak rumah sakit saat dikonfirmasi mengatakan, “Pimpinan tertinggi kami adalah karumkit, saat ini kami hanya bisa menampung informasi saja. Kalo berkenan, karena hari ini hari libur kita bisa ketemu di hari Senin,” Ucap Puji.
Ketika ditanyakan mengenai dokumen pasien, Sdr. Puji S, mengatakan bahwa sesuai aturan dokumen pasien seharusnya diserahkan kepada pihak keluarga.
Ketika ditanyakan hal hal lainnya Sdr. Puji S, mengatakan, “Izin Bu, terkait hal hal lainnya mungkin nanti oleh pihak yang berwenang karena saya takut salah menjawab. Jadi saya mohon kerjasamanya,” Pungkasnya mengakhiri.
(Tim)
Sumber : Penasehat Hukum Terkait